SukabumiBerita.com—Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) berunjuk rasa di Balai Kota Sukabumi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi. Mereka menuntut pemerintah menurunkan harga beras dan turun tangan mengusut mafia pangan.
Massa mahasiswa ini mulanya melakukan long march dari Universitas Muhammadiyah Sukabumi di Jalan R Syamsudin ke Balai Kota dan dilanjutkan ke Jalan Ir. Juanda. Mereka membawa beberapa atribut demonstrasi seperti spanduk bertuliskan ‘Usut Tuntas Mafia Pangan’ dan ‘Nyaleg Elit Harga Beras Sulit’.
Aksi saling dorong pun sempat terjadi antara mahasiswa dengan aparat kepolisian yang berjaga. Mahasiswa yang ikut demontrasi mendorong pagar agar para petinggi DPRD menemui para demonstran.
Harga beras di pasar tradisional Kota Sukabumi saat ini dibanderol dengan harga Rp16 ribu sampai Rp17 ribu per kilogram. Sementara berdasarkan peraturan badan pangan nasional (BAPANAS) No 7/2023 untuk zona 1, harga eceran tertinggi (HET) beras berlaku sejak Maret 2023 Rp10.900 per kilogram untuk medium, sedangkan beras premium Rp13.900 per kilogram.
Di sisi lain, harga pokok harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) di tingkat petani hanya naik sebesar Rp800, dari yang sebelumnya Rp4.200 menjadi Rp5.000 per kilogram.
“Sukabumi sendiri dampak dari kenaikan beras ini sangat terasa, yang paling merasakan adalah masyarakat menengah ke bawah, karena mereka harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli beras,” kata Ketua BEM Fakultas Pertanian UMMI Diki Agustina, kemarin.
“Bukan hanya beras, akan tetapi bahan pangan lainnya pun juga merangkak naik. Dengan demikian ketersediaan dan keterjangkauan pangan di Sukabumi perlu diperhatikan supaya masyarakat masih bisa mendapatkan harga beras yang terjangkau dan ketersediaanya pun harus dipastikan,” katanya.
Mahasiswa menilai, kenaikan harga beras bukan hanya disebabkan oleh iklim saja. Menurutnya, pemerintah terlalu ugal-ugalan mendistribusikan bantuan sosial (bansos) beras yang tidak sesuai jadwal dan peruntukkannya.
“Bahkan cenderung mengabaikan prosedur. Krisis beras sudah terjadi sejak tahun lalu akibat iklim dan masalah pertanian. Karena sudah mendekati bulan Ramadhan, dan ini momentum mafia pangan untuk kepentingan pribadi. Impor ini bukan impor kebutuhan masyarakat tapi segelintir orang,” katanya.
Mahasiswa mendesak Satgas Pangan untuk turun tangan mengusut tuntas kenaikan beras. Termasuk, pemerintah harus segera menuntaskan persoalan pertanian di negeri agraris ini.
“Kami mendesak agar satgas pangan tidak mencla-mencle dalam mengusut dan memberantas mafia pangan. Mendesak pemerintah untuk bisa mengontrol harga pangan dan bahan pokok menjelang Ramadhan,” katanya.
“Meminta pemerintah supaya meninjau ulang terhadap impor beras yang berjumlah 3,6 juta ton pada tahun 2024 dan mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah pertanian khususnya di Sukabumi,” tambah Diki.
Aksi demontrasi para mahasiswa diterima Ketua DPRD Kota Sukabumi Kamal Suherman, Wakil Ketua DPRD Kota Sukabumi Jona Arizona dan Wawan Juanda. Jona mengatakan, DPRD telah melakukan langkah strategis bersama Pemkot untuk menanggulangi permasalahan harga beras naik.
Dia mengatakan, beras yang di pasaran dijual dengan harga Rp16-Rp17 ribu dapat dibeli dengan merk SPHP oleh masyarakat dengan harga Rp10.600 per kilogram atau Rp53 ribu per 5 kilogram.
“Jadi pasokan yang didistribusikan, disebar di 7 kecamatan tiap hari tidak kurang dari 4 ton. Itu salah satu upaya dan kami tetap mendorong agar upaya itu ditingkatkan, agar seluruh masyarakat bisa membeli beras SPHP dan bisa menekan harga di pasaran,” katanya.