Oleh Joko Intarto
SukabumiBerita.com—Muslim zaman now menggunakan banyak sistem penanggalan untuk menjalankan kegiatannya, termasuk untuk menunaikan ibadahnya. Setidaknya ada dua kalender yang dipakai: Masehi dan Hijriyah. Dua sistem penanggalan itu memiliki sistem perhitungan berbeda.
Penanggalan Masehi menggunakan dasar waktu perputaran bumi terhadap matahari. Awal hari dimulai pukul 00:00:01. Kaum muslim menggunakan penanggalan Masehi yang juga disebut penanggalan Kristen itu untuk menyusun jadwal salat wajib lima waktu.
Sedangkan kalender Hijriyah menggunakan dasar waktu perputaran bulan terhadap bumi. Awal bulan dimulai sejak munculnya hilal atau bulan sabit hari pertama. Hari pertama puasa (1 Ramadhan), hari raya Idul Fitri (1 Syawal) dan hari raya Idul Qurban (10 Dzulhijah) dan hari tasyrik (tiga hari setelah Idul Qurban) ditetapkan berdasarkan kalender Hijriyah atau penanggalan Islam.
Baca Juga:
Jumlah hari dalam penanggalan Masehi dan Hijriyah berbeda. Masehi menghitung jumlah hari dalam satu bulan antara 28 hari hingga 31 hari. Sedangkan kalender Hijriyah menghitung jumlah hari dalam satu bulan antara 29 dan 30 hari.
Namun demikian, baik penanggalan Masehi maupun penanggalan Hijriyah menetapkan jumlah hari yang sama dalam seminggu: 7 hari dan jumlah bulan dalam setahun 12 bulan.
Dua anak saya lahir pada bulan Ramadhan. Anak pertama dalam kalender Masehi adalah 11 Januari 1996. Sedangkan anak ketiga lahir pada 11 November 2003. Dalam penanggalan Hijriyah, seharusnya mereka berulang tahun pada minggu-minggu ini.
Di keluarga Jawa muslim, tidak hanya dua kalender itu yang digunakan. Sebab orang Jawa juga memiliki kalender sendiri yang disebut Saka. Kalender ini mengadopsi penanggalan Hijriyah yang dikonversi dengan hari pasaran Jawa yang berjumlah 5 hari (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon).
Dalam akta kelahiran saya, misalnya, tertulis: Lahir pada hari Jumat Pahing tanggal 24 Mei 1968. Catatan resmi data kependudukan saya tersebut menggabungkan dua penanggalan: Saka dan Masehi.
Saat duduk di kelas 1 SMA, guru matematika saya pernah mengajarkan rumus konversi penanggalan.
Dengan rumus itu, saya bisa menemukan, hari Jumat Pahing tanggal 24 Mei 1968 bertepatan dengan tanggal berapa dan bulan apa pada tahun Hijriyah. Begitu pula sebaliknya .
Sekarang menemukan tanggal hasil konversi lebih mudah. Banyak aplikasi berbasis website maupun mobile yang bisa digunakan. Bukalah Google dan ketik keyword “konversi kalender”. Anda akan menemukan kapan tanggal lahir sesuai sistem kalender yang Anda inginkan.
Peradaban manusia di berbagai penjuru dunia menemukan berbagai metode perhitungan waktu. Bangsa Jepang, India dan China pun memiliki kalender sendiri. Semua bersumber pada fenomena alam yang sama: Rotasi bumi terhadap matahari dan rotasi bulan terhadap bumi.
Hari ini kaum muslimin Indonesia menetapkan awal bulan Ramadan jatuh pada 23 Maret 2023. Artinya, menurut penanggalan Hijriyah, 1 Ramadan 1444 dimulai sejak terbitnya hilal pada saat Magrib tanggal 22 Maret 2023. Sedangkan menurut penanggalan Masehi, 1 Ramadan 1444 dimulai pada pukul 00:00:01 tanggal 23 Maret 2023.
Penetapan awal bulan menurut kalender Hijriyah dilakukan dengan dua cara: Hisab dan rukyat. Hisab artinya penetapan berdasarkan perhitungan ilmu falak. Sedangkan rukyat berdasarkan penglihatan bulan sabit di ufuk barat.
Dengan metode hisab, kapan 1 Ramadan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijah bisa dihitung sejak lama untuk waktu tak terbatas. Sedangkan metode rukyat tidak pasti karena hilal bisa gagal dilihat akibat terhalang mendung dan hujan.
Umat Islam di seluruh penjuru dunia menggunakan dua metode perhitungan itu: Hisab dan rukyat. Hasilnya, awal Ramadhan kadang sama, seperti hari ini. Kadang berbeda. Begitu pun waktu Idul Fitri dan Idul Adha (Qurban).
Saya memilih metode hisab. Meski di keluarga saya sebagian besar mengikuti perhitungan rukyat. Meski berbeda, kami sama-sama sepakat: Puasa dimulai pada 1 Ramadhan dan Idul Fitri pada 1 Syawal.